Hal inti dari sebuah intervensi, baik itu individu, komunitas ataupun masyarakat adalah sebagai upaya pengembalian keberfungsian sosial dan memberdayakan guna mencapai kehidupan yang lebih baik.
Mengutip definisi Payne mengenai pemberdayaan (empowerment)[1], pada intinya bertujuan guna;
"to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transfering power from the environment to the client".
(untuk membantu klien (individu atau masyarakat) sehingga dapat memperoleh kemampuan untuk memutuskan kehidupan mereka sendiri dengan mengurangi efek sosial atau personal dengan terus meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan mereka untuk melakukan sesuatu dengan menjadikan lingkungan sebagai kekuatan bagi mereka).
Senada dengan pengertian tersebut disampaikan oleh Arif Budimanta, bahwa community development, adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik apabila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan.[2] Sehingga masyarakat di tempat tersebut diharapkan menjadi lebih mandiri dengan kualitas kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik.
Community Development yang juga sering disebut dengan intervensi komunitas termasuk dalam gugusan konsep Intervensi Makro pada keilmuan Kesejahteraan Sosial. Intervensi ini juga diistilahkan dengan Community Work, Community Organization, Social Work Macro Practice, Community Intervention, dsb.
Intervensi Komunitas didefinisikan sebagai professionaly directed intervention designed to bring about planned change in organization and communities [3],jika dibandingkan dengan Intervensi Mikro yang lebih memusatkan pada dua metode besar, yakni Social Casework dan Social Groupwork.
Dikemukakan oleh Rothman, Tropman dan Erlich bahwa intervensi komunitas mempunyai model yang beragam, sebagaimana tercakup dalam lima model;
ü Locallity Development.
ü Social Planning.
ü Social Action.
ü Social Policy.
ü Administration and Management.
Kaitannya dengan upaya pemberdayaan dan pengembangan masyarakat Rothman dan Tropman merekomendasikan bahwa upaya ini dapat diupayakan dengan 3 model, sebagaimana terlihat pada bagan ini;
No | Indikator | Pengembangan Masyarakat Lokal | Perencanaan Sosial | Aksi Sosial |
1. | Kategori tujuan tindakan terhadap masyarakat | Kemandirian; pengembangan kapasistas dan pengintegrasian masyarakat (tujuan yang dititik beratkan pada proses=process goals) | Pemecahan masalah dengan memperhatikan masalah penting yang ada pada masyarakat (tujuan dititikberatkan pada tugas=task goals) | Pergeseran (pengalihan) sumberdaya dan relasi kekuasaan; perubahan institusi dasar (task atau process goals) |
2. | Asumsi mengenai struktur komunitas dan kondisi permasalahannya | Adanya anomi dan 'kemurungan' dalam masyarakat; kesenjangan relasi dan kapasistas dalam memecahkan masalah secara demokratis; komunitas berbentuk tradisional statis. | Masalah sosial yang sesungguhnya; kesehatan fisik dan menta, perumahan dan rekreasi nasional. | Populasi yang dirugikan; kesenjangan sosial, perampasan hak dan ketidakadilan. |
3. | Strategi perubahan dasar | Pelibatan berbagai kelompok warga dalam menentukan dan memecahkan masalah mereka sendiri. | Pengumpulan data terkait dengan masalah, dan memilih serta menentukan bentuk tindakan yang paling rasional. | Kristalisasi dari isu dan pengorganisasian massa untuk menghadapi sasaran yang menjadi 'musuh' mereka |
4. | Karekteristik taktik dan tehnik perubahan | Konsensus; komuniksi antar kelompok dan kelompok kepentingan dalam masyarakat (komunitas) dan diskusi kelompok. | Konsensus atau konflik. | Konflik dan kontes, konfrontasi, aksi langsung dan negosiasi. |
5. | Peran praktisi yang menonjol | Sebagai enabler-katalis, koordinator(orang yang meng'ajar'kan keterampilan memecahkan masalah dan nilai-nilai etis. | Pengumpul dan penganalisis data, pengimplementasi program dan fasilitator. | Aktivis, advokat, agitor, pialang, negosiator dan partisan. |
6. | Media perubahan | Manipulasi kelompok kecil yang berorientasi pada terseleksinya suatu tugas (small task oriented group) | Manipulasi organisasi formal dan data yang tersedia. | Manipulasi organisasi massa dan proses-proses politik. |
7. | Orientasi terhadap struktur kekuasaan | Anggota dari struktur kekuasaan bertindak sebagai kolaborator dalam 'ventura' yang bersifat umum. | Struktur kekuasaan sebagai 'pemilik' dan 'sponsor' (pendukung). | Struktur kekuasaan sebagai sasaran eksternal dari tindakan yang dilakukan, mereka memberikan 'tekanan' harus dilawan dengan memberikan 'tekanan' balik. |
8. | Batasan definisi sistem klien dalam komunitas (konstituensi) | Kekuasaan komunitas geografis. | Keseluruhan komunitas atau dapat pula suatu segmen dalam komunitas (termasuk komunitas fungsional). | Segmen dalam komunitas. |
9. | Asumsi mengenai kepentingan dari kelompok-kelompok dari suatu komunitas | Kepentingan umum atau pemufakatan dari berbagai perbedaan. | Pemufakatan kepentingan atau konflik. | Konflik kepentingan yang sulit dicapai kata mufakat karena kelangkaan sumber daya. |
10. | Konsepsi mengenai populasi klien (konstituensi) | Warga masyarakat. | Konsumen (pengguna jasa). | ' Korban ' |
11. | Konsepsi mengenai peran klien | Partisipan pada proses intraksional pemecahan masalah. | Konsumen atau respien (penerima layanan). | Employer, konstituen dan anggota. |
[1] DR. Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, FE Universitas Indonesia, Depok; 2003. h. 54
[2] Arif Budimanta, “Prinsip-prinsip Community Development” dalam Akses Peran Serta Masyarakat, Jakarta: Sinar Harapan dan Indonesia Center for Sustainable Development; 2003
[3] DR. Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, FE Universitas Indonesia, Depok; 2003. h. 57
No comments:
Post a Comment