Prince of Wales International Business Forum, menyampaikan bahwa ada lima pilar aktivitas yang perlu diperhatikan oleh perusahaan dalam menjalankan CSR; [1]
1. Building Human Capital, secara internal perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang handal. Adapun secara eksternal perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan rakyat.
2. Strenghening Economies, memberdayakan ekonomi sekitar.
3. Assesing Social Chesion, menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.
4. Encouring Good Governance, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnisnya dengan baik.
5. Protecting the Environment, perusahaan harus berupaya keras menjaga kelestarian lingkungannya.
Disampaikan oleh Burlingame dan Young yang dikutip oleh Nuryana dari buku mereka Corporate Philantropy at the Crossroad, mereka mengartikulasikan pemahaman model Corporate Philantropy yang juga dapat digunakan untuk menjelaskan CSR sebagai sebuah keseluruhan.[2] Dalam hal tersebut terdapat empat model dalam CSR, yakni;
1. Neo-Classical/ Corporate Productivity Model
Merepresentasikan suatu pendekatan CSR sebagai sebuah komponen dari motivasi keuntungan menyeluruh. Pendekatan ini dekat dengan afisiali Milton Friedman, bahwa tujuan bisnis adalah membawa keuntungan kepada shareholder, dan segala sesuatu seperti isu-isu yang sangat kabur tentang social responsibility dan corporate citizenship yang mendetraksi tujuan utama bisnis harus dihindarkan. Menurutnya, aktivitas bertanggungjawab secara sosial seharusnya didorong kalau hal itu membawa keuntungan kepada perusahaan atau keuntungan langsung kepada pegawainya. Perusahaan yang mengadopsi model ini, sulit untuk mengalokasikan dana sosial untuk menunjang kegiatan CSR.
2. Ethical/ Altruistic Model
Perhatian pada hubungan timbal-balik antara perusahaan dengan komunitas.
3. Political Model
Keterlibatan penggunaan kebijakan CSR yang proaktif untuk mengimbangi keterlibatan pemerintah dan memungkinkan perusahaan melindungi kepentingan mereka dalam lingkungan kebijakan publik.
Model ini berasumsi bahwa perusahaan dapat mengambil langkah-langkah aktif dan terukur untuk menjamin bahwa mereka memutuskan bagaimana beroperasi dalam kepentingan terbaik.
4. Stakeholder Model
Keseimbangan antara kompetisi permintaan dari berbagai ragam kelompok yang mendukung perusahaan, termasuk customer dan shareholder. Model ini mengusulkan sebuah sistem konsultasi, komunikasi dan evaluasi di mana semua stakeholder bukan hanya shareholder yang dipertimbangkan sebagai valued participants dalam mencapai kemakmuran perusahaan.
Lydya Sarmiento dan Natalie Cristine V. Jorge dalam sebuah simposium CSR Expo di Manila,[3] menyampaikan bahwasannya terdapat beberapa kategori bagi perusahaan yang menjalankan CSR. Pertama, perusahaan hanya berkontribusi pada ranah sosial sebagi sebuah keuntugan bisnis, kedua, tanggung jawab sosial dijadikan sebagai sebuah perangkat yang jitu sehingga dapat berkontribusi untuk meminimalisir permasalahan sosial, dan ketiga, tanggung jawab sosial perusahaan dijadikan sebagai sebuah bagian strategi dalam melanggengkan bisnis, sehingga diperlukan upaya CSR yang berkelanjutan.
[1] (CSR; sebuah keharusan oleh Teguh Sri Pambudi) Pusat Penyuluhan Sosial (PUSPENSOS), Investasi Sosial, La Tofi Enterprise, Jakarta; 2005. h. 20
[2] (Sumber Dana CSR Perusahaan oleh Mu’man Nuryana, PhD) Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial (BALATBANGSOS), Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial (Konsepsi dan Strategi), h. 243-245
[3] Lydya Sarmiento and Natalie Cristine V. Jorge, CSR; Theory and Practice, paper presented on CSR Expo 2007-Manila, 17 Juli 2007. Lembaga Penelitian dan Pengembangan harian KOMPAS juga membagi kategorisasi perusahaan yang melakukan CSR dengan empat kategori, yakni Hitam, kegiatannya degeneratif, mengutamakan kegiatan bisnis, dan tidak memperdulikan aspek lingkungan dan sosial di lingkungannya. Merah, perusahaan peringkat hitam yang mulai menerapkan CSR. CSR masih dipandang sebagai komponen biaya yang mengurangi keuntungan perusahaan. Biru, perusahaan yang menilai praktek CSR akan memeberi dampak positif terhadap usahanya karena merupakan investasi, bukan biaya. Hijau, perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi inti dan jantung bisnisnya, CSR tidak hanya sebagai keharusan tetapi kebutuhan (modal sosial). KOMPAS, Rubrik; FOKUS-Kewirausahaan, Sabtu, 4 Agustus 2007. h. 35
No comments:
Post a Comment